Sejarah penuh dengan wanita yang telah melakukan pekerjaan hebat selama beberapa dekade terakhir. Dari sains, seni rupa, hingga olahraga ekstrem, saat ini setiap disiplin ilmu memiliki pahlawan wanita. Faktanya, selalu ada ‘perempuan pertama’ dalam segala hal. Aceh adalah salah satunya.
Keumalahayati, yang juga dikenal sebagai Malahayati, adalah laksamana wanita pertama di dunia. Kisah dan pencapaiannya lebih dari sekadar mengesankan; ia berani, terhormat, sukses dan mengagumkan. Dia adalah panutan dan inspirasi bagi semua orang.
Malahayati hidup pada masa Kesultanan Aceh pada abad ke-15 dan ke-16. Ia merupakan keturunan dari pendiri Kesultanan Aceh Darussalam. Bahkan, salah satu pendirinya adalah kakek buyutnya, Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah. Ayah dan kakeknya adalah laksamana yang sangat dihormati. Dia tertarik dengan pekerjaan menarik yang dilakukan ayahnya dan memutuskan untuk masuk ke Akademi Militer Ma’had Baitul Maqdis setelah lulus dari pesantren. Akademi ini menawarkan pendidikan di Angkatan Laut dan Angkatan Darat. Setelah lulus dari sana, ia menikah dengan cinta sejatinya, seorang calon perwira Angkatan Laut. Sayangnya, sang suami terbunuh dalam Perang Teluk Haru melawan pasukan Portugis. Malahayati bersumpah untuk membalas dendam atas kematian suaminya.
Bertekad untuk melanjutkan perjuangan suaminya, ia meminta Sultan untuk membentuk sebuah armada yang terdiri dari para janda Aceh. Setelah disetujui, armada tersebut diberi nama ‘Armada Inong Bale’ dan Malahayati ditunjuk sebagai Laksamana Pertama. Dia memimpin banyak pertempuran melawan Belanda dan Portugis.
Pada tahun 1599, komandan Belanda Cornelis de Houtman dan saudaranya Frederick de Houtman mengunjungi Sultan untuk menjalin hubungan dagang. Mereka disambut dengan damai tetapi Cornelis membawa seorang Portugis sebagai penerjemah, yang merupakan penghinaan terhadap Sultan. Banyak pertempuran sengit yang terjadi di mana Malahayati menjadi pemimpinnya. Ia berhasil mengalahkan Belanda, membunuh Cornelis dan memenjarakan saudaranya selama dua tahun.
Baca juga: Tips Membangun Situs Web Dengan ChatGPT
Pada tahun 1600, Paulus van Caerden, yang memimpin Angkatan Laut Belanda merampok sebuah kapal dagang Aceh dan menenggelamkannya. Setahun kemudian Laksamana Jacob van Neck dan rekan-rekannya memperkenalkan diri sebagai pedagang untuk membeli lada. Namun setelah Malahayati mengetahui bahwa mereka adalah orang Belanda, mereka ditangkap sebagai ganti rugi atas perbuatan sebelumnya. Setelah beberapa bulan, Maurits van Oranje memerintahkan dua orang utusannya, Laksamana Laurens Bicker dan Gerard de Roy, untuk membawa surat diplomatik berisi permintaan maaf dan sejumlah hadiah untuk Kerajaan Aceh. Hasilnya Malahayati dan para utusan tersebut membuat sebuah perjanjian damai. Sementara itu ia diangkat sebagai Komandan Pasukan dan Pengawal Istana. Malahayati juga terlibat ketika Inggris memasuki Selat Malaka. Ratu Elizabeth I mengutus James Lancaster dengan membawa surat untuk Sultan. Setelah ia melakukan perundingan dengan Malahayati, sebuah kesepakatan membuka rute Inggris ke Jawa.
Sebuah kebetulan yang luar biasa adalah cara Malahayati meninggal. Ia terbunuh dalam pertempuran melawan Portugis, sama seperti suaminya. Kini banyak universitas, rumah sakit, jalan, dan kota-kota di Sumatera yang dinamai dengan namanya. Bahkan sebuah serial “Laksamana Keumalahayati” dibuat untuk menghormati jasa-jasanya.
Tidak diragukan lagi bahwa Malahayati adalah nama yang patut dikenang. Dia adalah seorang pejuang yang memiliki kemauan untuk mencapai apa pun jika dia menetapkan pikirannya untuk itu.